Senin, 18 Maret 2013

lampubohlam#3 : Surat Cinta

Dear Tio,

Sejak dua minggu lalu, Rita sering curhat kepadaku tentang hubungannya dengan Dewa. Ada kebiasaan Rita yang membuat Dewa tiba-tiba meninggalkannya ketika mereka berdua sedang bermesraan atau sekedar duduk berduaan.
Kata Rita, Dewa tidak marah, hanya saja dia tidak menyukai kebiasaan Rita itu. Padahal mereka berdua kan baru menikah dalam hitungan minggu, kupikir pengantin baru akan lebih mudah mengerti pasangannya, setidaknya butuh rentang waktu cukup lama hingga mereka akan mengungkapkan ketidaksukaannya secara jujur dan terus terang.

Tio, aku kesal sekali dengan mereka berdua, bukankan menikah itu saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing? Kupikir, ini salah Rita juga, kenapa dia terlalu lembek menjadi perempuan. Apa-apa merasa dia yang paling bersalah di seluruh dunia, dan pontang-panting harus berubah demi Dewa. Harusnya Dewa juga berusaha memahami Rita, seperti Rita berusaha memberikan yang terbaik buat Dewa.

Oke, mungkin ini hanya pikiran burukku.

Aku mengira Dewa mungkin terjerat pesona perempuan lain, entahlah, lelaki itu terlalu cuek sama Rita. Aku selalu berimajinasi seolah-olah dia mempunyai selingkuhan diantara salah satu model-model fotonya yang seksi-seksi dan memesona itu. Jujur saja Tio, kau juga suka kan setiap kali kuajak ke studio fotonya Dewa kan?

Jumat, 15 Maret 2013

Prompt #5: Bolpoin Merah Pak Darmo

Roni menghempaskan lembaran itu ke lantai. Marni terdiam melihat Roni yang tampak gelisah.
“Tidak, jangan sekarang. Kasihan Ririn jika dia tahu tentang ini semua.” Ucap Roni pada dirinya sendiri.
Marni menghela nafas, lalu mulai mengemasi barang-barangnya yang masih berserakan di atas meja.
“Sudahlah Ron, cepat atau lambat, Ririn harus tahu. Ayolah kita berangkat, nanti kesorean.” Roni mengikuti Marni keluar ruangan dengan langkah lunglai.

Marni mengetuk pelan pintu kamar 3x3 itu, lalu membuka perlahan setelah ada sahutan dari penghuninya. Ririn yang masih pucat terbaring di ranjang dengan selang infus yang bergelantungan nampak bersemangat menyambut kedatangan mereka.
“Rin ... maafkan aku ya, hasilnya tidak seperti yang kita bayangkan.” Roni berkata lirih. Sedangkan Marni hanya duduk terdiam di samping ranjang.
Roni mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya, lalu menyerahkan kepada Ririn yang diliputi penasaran.
“Ah sudahlah Ron, aku juga yang salah, terlalu percaya dengan contekan, padahal kau juga belum tentu belajar dengan benar.” Tukas Ririn sambil menyeringai pasrah, melihat kertas ulangan yang berhias angka 3,5 di pojok atas yang berwarna merah menyala.

Roni dan Marni tertawa lega, mungkin pak Darmo guru kimia di sekolahnya, harus membeli bolpoint merah yang baru karena bolpoin merahnya telah menghiasi kertas ulangan hampir setengah penghuni kelas, termasuk mereka bertiga.

***

nb : ga ada ... *halah* 

Senin, 11 Maret 2013

lambu bohlam#2 : Kutukan Pohon Jambu Kluthuk



Arial menapaki jalan menanjak itu dengan hati setengah dongkol. Andai saja dia tak perlu mengambil jalan memutar untuk menghindari kutukan pohon jambu kluthuk di jalan yang membelah tengah desa. Arial tidak mau peristiwa tempo hari terulang kembali, saat dia tertidur nyenyak di bawah pohon dan lupa mengantarkan pesanan kue yang diminta ibunya.

Konon, pohon itu ditanam oleh mbah Aparajita sesepuh di desa mereka. Mbah Aparajita adalah peniup seruling yang hebat, ketika pohon itu mulai tinggi, rimbun dan berbuah lebat, mbah Aparajita senang sekali menghabiskan waktu di bawah pohon tersebut, menikmati buah jambu matang pohon yang selalu ada dan meniup seruling hingga tertidur. Saat mbah Aparajita telah tiada, kutukan itu pun terjadi, barang siapa yang lewat di dekat pohon itu, dia akan tergoda untuk beristirahat dan tertidur di bawah pohon jambu nan rindang itu hingga terlupa tujuan awal perjalanannya.

Jumat, 08 Maret 2013

Prompt #5 : Boneka Untuk Risa


"Ibu! Lihat! Aku bawa boneka untuk Risa!"

Ibu tersenyum kemudian berkata, “Lucu sekali. Mudah-mudahan Risa suka. Ibu antar ke kamarnya sekarang?”

Bayu mengangguk senang.

13 tahun yang lalu, tetangga baru, seorang anak perempuan yang selalu menggendong boneka dan suka sekali memakai baju biru. Bayu tersenyum sendiri di ayunan belakang rumahnya, dulu tempat ini adalah tempat favorit mereka untuk bermain bersama. Petak umpet atau meladeni Risa yang ngambek ingin main rumah-rumahan dengan koleksi bonekanya yang mirip grosir di tanah abang.

Bayu membuka bungkusan plastik berisi boneka Teddy bear berwarna coklat, hampir sebesar anak umur 10 tahun. Untung hari masih pagi, setidaknya bisa menghindari tatapan mata aneh dari tetangga-tetangga rumahnya ketika nanti dia berjalan ke rumah Risa dan menggendong si boneka jumbo itu. Tekad Bayu sudah bulat, daripada seumur hidup dia dirudung penasaran, lebih baik dia mencari kepastian. Dengan taktik lama, boneka untuk Risa.

Raut muka Risa menyembul dari balik pintu, tak lama ketika Bayu memencet tombol di samping pintu.

“Bayu .... alamak besar sekali bonekanya” seru Risa riang.
“Ini untukku?” Bayu mengangguk pasti.
“Tunggu!” seru Risa.
“Dulu, setiap kali kamu menghabiskan coklatku pasti kamu menyuapku dengan boneka biar aku ga ngambek. Katakan padaku Bayu, apa sekarang yang kau curi, hingga kau beri aku boneka sebesar ini?” selidik Risa.

Bayu terdiam ....
Tangannya mengeluarkan sesuatu dari saku baju, sebuah kotak kecil, lalu dibukanya perlahan.
“Hatimu .... Ris, maukah kau menjadi istriku?”

****



nb. Jelas tidak diilhami oleh pengalaman pribadi, karena saya dilamar saat pesan porsi besar sekali, karena lapar tak tertahan lagi, di sebuah warung bakmi :|

Kamis, 28 Februari 2013

Cinta dalam selongsong bohlam


Mendatar

1. Alat Penerangan
3. Imbuhan pembentuk kata kerja pasif
4. Tempat; kamar
5. Lawan kata dari "luar"
6. Biarpun
8. Serupa
10. Perasaan kasih sayang
12. Tidak

Menurun 

2. Salah satu jenis lampu
6. Kata ganti pemilik
7. Wajah
9. ...... Semesta
11. Kata ganti pemilik
13. Kata depan yang digunakan setelah kata sifat yang menyatakan perasaan
14. Lawan kata dari "nyala"


nb : tribute to mas Alam yang sudah lama tenggelam dari hingar bingar panggung dangdut indonesia *halah* :|

Rabu, 06 Februari 2013

Prompt #3 : Hilang


Aku duduk di kursi kerjaku dengan perasaan tak tenang. Rasanya ingin kutiup amplop yang melayang-layang di layar komputerku agar segera selesai berpindah dari gambar kotak kuning yang satu ke kotak lainnya. Memindahkan data sebesar 1,5 giga dari komputer ke alat penyimpan data milik pak bos ini terasa lama dan menyiksa.

Pikiranku masih tertinggal di ruang rapat, yang dipenuhi insinyur-insinyur muda berwajah segar dan penuh semangat.  Ada sesuatu yang menahanku disana, menyita semua perhatian dan konsentrasiku. Pesonanya sungguh-sungguh menjeratku dan mungkin juga peserta rapat lainnya. Aku takut, jika aku terlalu lama di sini, di meja kerjaku ini dan meninggalkan tempat dudukku di ruang rapat, aku akan kehilangan dia. Perasaanku berkata, terlalu banyak oknum yang menginginkan kehadirannya.
Aku masih ingat ketika menemukannya pertama kali, sensasinya masih lekat terpatri di kepalaku. Dan hari ini, ketika aku tahu dia hadir di ruang rapat, aku ingin sekali mendapatkannya.

Pukul 11.58.
2 menit lagi! Akhirnya data itu berpindah sempurna. Aku mencabut alat penyimpan data itu dengan gerakan yang sangat cepat, lalu susah payah berlari menuju ruang rapat yang terletak agak jauh dari ruang kerjaku. Dan baru sekarang aku merutuki kenyataan ini.

"Gawat!"

Aku melirik jam di tangan, sudah lewat 3 menit! Kupercepat lariku, walaupun tahu bahwa itu hanyalah usaha sia-sia. Aku sudah telat!

"Tidak apa-apa," kataku menenangkan hati.

Aku mulai memasuki ruangan dan mengetuk pintu. Seketika semua mata di dalam ruangan ini melihat ke arahku.

Selasa, 29 Januari 2013

Prompt #2 : Suratan Nasib ?


Sri memoles bibirnya dengan gincu warna merah, mematut-matut gaun brokat yang diperoleh dari pasar jumat dengan harga miring.
“Mas parno, titip gubuk ya, aku mau keluar sebentar, ada janji dengan teman-teman” kata Sri sambil memasang gembok di lawang gubuknya.
Parno yang sedang menyesap kopi di depan rumahnya cuma mengangguk.
“Aku cantik ndak kang? Lihat tas ku baru, apik yo?”
“Mahal ya Sri? Sugih duit kamu” Sri tertawa mringis.
“Kredit kang, dari mbak Mitha, yang rumahnya deket pengkolan itu. Katanya tas ini lagi ngetrend, sejak dipake syahrini, artis yang kang Parno bilang slemoh itu.”
Wes ah, tak berangkat dulu, nanti aku telat”

Parno mengikuti langkah kaki Sri dengan ekor matanya, di kampung mereka berdua bertetangga, bahkan berangkat ke jakarta pun bersama. Sama-sama membawa kisah sendiri, Parno yang luka hati ditinggal kawin pacarnya, Sri yang tak tahan lagi setiap hari bertengkar dengan bapaknya.